Rabu, 11 Mei 2016

HUKUM DOA BERJAMAAH DI AKHIR MAJELIS

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah 

 Pertanyaan: Sebagian orang berkumpul untuk mengucapkan dzikir, dan di akhirnya mereka melakukan doa berjamaaah dengan cara salah satu orang berdoa sedangkan yang lainnya mengaminkan. Benarkah hal ini?

 Jawaban: Hal ini benar jika tidak dijadikan adat. Karena jika dijadikan adat maka menjadi sunnah padahal bukan sunnah. Sehingga jika hal ini adat yakni setiap kali bermajelis, mereka tutup dengan doa, maka hal ini perkara yang diadakan alias bidah yang tidak kami mengetahuinya diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Namun jika terkadang dilakukan seperti lewat terhadap mereka ancaman atau memberi motivasi, maka tidak masalah. Karena ada perbedaan antara sesuatu yang sifatnya permanen dan yang sementara. Sesuatu yang sifatnya sementara terkadang dilakukan seseorang dan tidak dicela atasnya. Sebagaimana Ar-Rasul Shallallahu 'Alaihi wa Sallam terkadang sebagian sahabat shalat berjamaah bersama Beliau dalam shalat malam, meskipun demikian bukanlah sunnah seseorang shalat berjamaah dalam.shalat malam kecuali kadang-kadang.

 Liqa' al-Bab al-Maftuh 117

 حكم الدعاء الجماعي آخر المجلس السؤال: بعض الناس يجتمعون على حديث ذكر, وفي النهاية يقومون بدعاء جماعي واحد يدعو والبقية يقولون: آمين, هل هذا صحيح؟الجواب: هذا صحيح إذا لم يتخذ عادة, فإن اتخذ عادة صار سنة, وهو ليس بسنة, فإذا كان هذا عادة كلما جلسوا ختموا بالدعاء، فهذا بدعة لا نعلمها عن النبي عليه الصلاة والسلام, وأما إذا كان أحياناً كأن يمر بهم وعيد أو ترغيب ثم يدعون الله عز وجل فلا بأس, لأنه فرق بين الشيء الراتب والعارض, العارض قد يفعله الإنسان أحياناً ولا يلام عليه, كما كان الرسول عليه الصلاة والسلام أحياناً يصلي معه بعض الصحابة في صلاة الليل جماعة, ومع ذلك ليس بسنة أن يصلي الإنسان جماعة في صلاة الليل إلا أحياناً.

Minggu, 01 Mei 2016

HUKUM MENSHOLATI MAYIT SETELAH DIKUBURKAN

Soal:
apakah boleh mensholati mayit setelah dikubur?? 

 Jawab:
Ya boleh,jika engkau belum mensholati Dia(mayit),maka hendaknya engkau sholat atasnya sekalipun telah dikubur, 🏻Dan begitulah jika engkau belum sholat atasnya maka sholatlah atasnya sekalipun telah dikubur sampai kira-kira satu bulan Nabi shalallahu alaihi wasalam beliau sholat atas mayit setelah dikubur,Dan beliau bangkit (untuk mensholati) Ummu Saad setelah berlalu (dikubur) satu bulan  maka tidak ada dosa dalam hal tersebut 🏻bahkan itu trmasuk sunnah.

Mauqiu Syaikh Ibnu Baaz FIK

 🌏http://bit.ly/Forum_IlmiyahKaranganyar

GERAKAN DALAM SHALAT ADA LIMA MACAM

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah

 Pertanyaan:
 Kami mohon--yang mulia--penjelasan hukum gerakan dalam shalat? 

 Jawaban: Hukum asal bergerak (di luar gerakan shalat) adalah terlarang kecuali jika ada hajat (kebutuhan). Namun perlu diketahui bahwa gerakan dalam shalat (di luar gerakan shalat) itu ada lima macam: 
 1. Gerakan yang diwajibkan. 
2. Gerakan yang diharamkan.
3. Gerakan yang dimakruhkan. 
4. Gerakan yang disunnahkan.
5. Gerakan yang hukumnya mubah (boleh saja).

 ➡Adapun gerakan yang diwajibkan adalah gerakan yang menjadi sahnya shalat, misalnya adalah ketika seorang yang sedang shalat memperhatikan di penutup kepalanya ada najis, maka ia bergerak untuk memindahkannya dan ia melepas penutup kepalanya tersebut. Hal ini sebagaimana pernah terjadi pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu datang malaikat Jibril sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang melaksanakan shalat berjama’ah dengan yang lainnya. Lalu Jibril memberitahukan bahwa di sendal beliau ada najis. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencopotnya sedangkan beliau shalat dan beliau terus melanjutkan shalatnya. (HR. Abu Daud no. 650. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini shahih sebagaimana dalam Al Irwa’ 284) Contoh lainnya adalah ketika seseorang salah menghadap kiblat lalu ada yang mengingatkan, maka ia harus berpaling atau memutar badannya ke arah kiblat. Gerakan ini adalah wajib. 

 ➡Gerakan yang diharamkan adalah gerakan yang memenuhi tiga syarat:
(1) gerakannya banyak, 
(2) berturut-turut, dan 
(3) dilakukan bukan dalam keadaan darurat.
 Gerakan semacam ini adalah gerakan yang membatalkan shalat karena tidak boleh dilakukan saat itu. Perbuatan semacam ini termasuk mempermainkan ayat-ayat Allah. 

 ➡Gerakan yang disunnahkan adalah gerakan untuk melakukan perbuatan yang hukumnya sunnah dalam shalat. Seperti misalnya seseorang ketika shalat bergerak untuk meluruskan shaf. Atau ia melihat ada tempat yang kosong di depannya, lalu ia bergerak maju ke depan untuk mengisi kekosongan. Perbuatan ini termasuk sunnah dalam shalat karena dalam rangka menyempurnakan shalat. Dalil dari hal ini sebagaimana diterangkan dalam hadits bahwa Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma pernah shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saat itu, ia berdiri di sebelah kiri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menarik kepala Ibnu ‘Abbas dari belakangnya dan menjadikannya di sebelah kanan beliau. (Hadits Muttafaqun ‘alaih) 

 ➡Gerakan yang dikatakan mubah (boleh) adalah gerakan yang sedikit karena ada hajat (butuh) atau gerakan yang banyak karena darurat. Contoh gerakan yang sedikit karena ada hajat adalah perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat sambil menggending Umamah binti Abil ‘Ash, cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Zainab. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kakeknya dari ibunya. Ketika itu beliau berdiri sambil menggendongnya dan ketika sujud beliau meletakknya. (HR. Bukhari no. 5996 dan Muslim no. 543) 

 ➡Adapun gerakan yang mubah, banyak dan dalam kondisi darurat, contohnya adalah shalat dalam keadaan perang. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

 حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ* فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالاً أَوْ رُكْبَاناً فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ 


 “Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’. Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. kemudian apabila kamu telah aman, Maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS. Al Baqarah: 238-239)
 Shalat ketika perang itu bisa sambil berjalan. Orang yang shalat seperti ini tentu gerakannya banyak, namun seperti itu dibolehkan karena darurat.


➡Gerakan yang dimakruhkan adalah gerakan selain yang disebutkan di atas, yaitu hukum asal gerakan (di luar gerakan shalat), adalah d imakruhkan. Oleh karena itu, kita katakan pada orang yang bergerak sana-sini dalam shalat, gerakannya itu makruh, mengurangi kesempurnaan shalat. Jadi jika ada yang melihat-lihat jam, menggaruk-garuk kepalanya, memegang hidungnya, menyentuh-nyentuh jenggotnya, atau semisal itu, ini asalnya hukumnya makruh. Kecuali jika gerakan tersebut terlampau banyak dan berturut-turut, maka itu bisa jadi membatalkan shalat.

  Majmu’ Fatawa Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin, 13/309-311]

 💻🔍 http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=130875

 http://bit.ly/Al-Ukhuwwah 

 السؤال: نرجو من فضيلتكم بيان حكم الحركة في الصلاة؟ الإجابة: الحركة في الصلاة الأصل فيها الكراهة إلا لحاجة، ومع ذلك فإنها تنقسم إلى خمسة أقسام: . القسم الأول: حركة واجبة. . القسم الثاني: حركة محرمة. . القسم الثالث: حركة مكروهة. . القسم الرابع: حركة مستحبة. . القسم الخامس: حركة مباحة. فأما الحركة الواجبة: فهي التي تتوقف عليها صحة الصلاة، مثل أن يرى في غترته نجاسة، فيجب عليه أن يتحرك لإزالتها ويخلع غترته، وذلك لأن النبي صلى الله عليه وسلم أتاه جبريل وهو يصلي بالناس فأخبره أن في نعليه خبثاً فخلعها صلى الله عليه وسلم وهو في صلاته واستمر فيها، ومثل أن يخبره أحد بأنه اتجه إلى غير القبلة فيجب عليه أن يتحرك إلى القبلة. وأما الحركة المحرمة: فهي الحركة الكثيرة المتوالية لغير ضرورة؛ لأن مثل هذه الحركة تبطل الصلاة، وما يبطل الصلاة فإنه لا يحل فعله؛ لأنه من باب اتخاذ آيات الله هزواً. وأما الحركة المستحبة: فهي الحركة لفعل مستحب في الصلاة، كما لو تحرك من أجل استواء الصف، أو رأى فرجة أمامه في الصف المقدم فتقدم نحوها وهو في صلاته، أو تقلص الصف فتحرك لسد الخلل، أو ما أشبه ذلك من الحركات التي يحصل بها فعل مستحب في الصلاة؛ لأن ذلك من أجل إكمال الصلاة، ولهذا لما صلى ابن عباس رضي الله عنهما مع النبي صلى الله عليه وسلم فقام عن يساره أخذ رسول الله صلى الله عليه وسلم برأسه من ورائه فجعله عن يمينه. وأما الحركة المباحة: فهي اليسيرة لحاجة، أو الكثيرة للضرورة، أما اليسيرة لحاجة فمثلها فعل النبي صلى الله عليه وسلم حين كان يصلي وهو حامل أمامه بنت زينت بنت رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو جدها من أمها فإذا قام حملها، وإذا سجد وضعها. وأما الحركة الكثيرة للضرورة: فمثل قوله تعالى: {حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ* فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالاً أَوْ رُكْبَاناً فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ}، فإن من يصلي وهو يمشي لا شك أن عمله كثير ولكنه لما كان للضرورة كان مباحاً لا يبطل الصلاة. وأما الحركة المكروهة: فهي ما عدا ذلك وهو الأصل في الحركة في الصلاة، وعلى هذا نقول لمن يتحركون في الصلاة إن عملكم مكروه، منقص لصلاتكم، وهذا مشاهد عند كل أحد فتجد الفرد يعبث بساعته، أو بقلمه، أو بغترته، أو بأنفه، أو بلحيته، أو ما أشبه ذلك، وكل ذلك من القسم المكروه إلا أن يكون كثيراً متوالياً فإنه محرم مبطل للصلاة. ــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــ مجموع فتاوى ورسائل الشيخ محمد صالح العثيمين - المجلد الثالث عشر - كتاب الحركة في الصلاة